Minggu, 29 Maret 2015

Landasan Profetik Pendidikan Islam

Landasan Profetik Pendidikan Islam



Islam sebagai agama menempatkan ilmu pengetahuan pada status yg istimewa. Allah Swt akn meningkatkan derajat mereka yang beriman & berilmu (Q.s. 58:11). Secara historis Islam sudah mampu menciptakan manusia berperadaban yang bercirikan humanis-teologis & humanis-intelektual, dlm waktu kurang dari seperempat abad. Hal demikian dapat terjadi karna disemangati wahyu pertama yg diterima Nabi Muhammad saw, berupa perintah membaca, ‘Iqra’ (Q.s. [96]: 1-5).

Iqra bisa berarti membaca atau mengkaji dlm arti yang luas. Dlm surat yang sama, pada ayat berikutnya ditegaskan bahwa dengan pena (al-qalam) Allah mengajar manusia mengenai bagaimana & apa yg blm diketahuinya. Ayat ini menunjukkan arti penting membaca sebagai aktivitas intelektual; serta menulis yg dilambangkan dgn al-qalam sebagai proses belajar mengajar dlm arti luas.


Kata al-qalam adalah simbol transformasi ilmu pengetahuan, nilai dan keterampilan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kata ini ialah simbol abadi sejak manusia mengenal baca-tulis sampai dewasa ini. Proses transfer budaya dan peradaban tidak akan terjadi tanpa peran penting tradisi tulis–menulis yang dilambangkan dgn al-qalam. http://modernlivingroom.org/decoration/living-room-wall-decor/

Pendidikan Islam, menurut Majid Irsan al Kailani (1985: 38-66) — guru besar Umm al-Qura University, Mekkah— merupakan seperti yg sudah diungkapkan dlm surat al-Baqarah: 129 & 151; Ali Imran: 164; serta al-Jumu‘ah: 62. Ayat-ayat itu menetapkan 4 sasaran pokok pendidikan Islam: 1) Tilawah, yang menunjukkan aspek akidah. Pemeliharaan aspek akidah ini bisa mengantarkan manusia pada sikap serta tujuan hidup yg jelas & dijauhkan dari pandangan tahayul serta khurafat yang tidak produktif dan irasional. 2) Tazkiyah, yaitu pembersihan serta pengendalian perilaku dgn mengarahkan pada pola hidup positip-produktif (meliputi ruhiah, aqliah, & jismiyah) yang harus mengimbas pada pendidikan. 3) Ta‘lim, yakni mengajarkan serta membekali ilmu pengetahuan yang Islami melalui studi kritis terhadap pesan-pesan yg terkandung dalam al-Qur’an. 4) Hikmah, semakna dgn al-‘ibrah (teladan), al-itqan (teliti), & al-hulul al-mulaimah (solusi yang tepat).

Konsep Pendidikan Islam
Proses pendidikan didesain dapat mengantarkan peserta didik memiliki sikap akhlakul karimah, mampu membedakan yang benar dan salah, dan punya keterampilan memilah & memilih sesuatu yg bermanfaat atau sebaliknya, merugikan. Rakhmat (1991:117-119) menguraikan bahwa tugas Nabi Muhammad saw dlm hal pendidikan dpt dilihat dari ayat-ayat (Q.s. [7]: 157; [3]: 164; [2]: 129; [62]: 2).

Ayat pertama mengulas tentang amar makruf nahi munkar (tazkiyah), halal-haram (ta‘lim), meringankan beban penderitaan dan melepaskan umat dari belenggu (ishlah). Dari ayat kedua ada tilawah (membacakan ayat-ayat Allah), tazkiyah (menyucikan diri mereka), serta ta‘lim (mengajarkan kitab & hikmah). Keseluruhan konsep tersebut dpt dilihat dlm tabel berikut ini.

Pendidikan dalam Islam berusaha menumbuhkembangkan potensi peserta didik agar dalam sikap hidup, tindakan serta pendekatannya terhadap ilmu pengetahuan diwarnai oleh nilai etik religius. Manusia yg diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi (Q.s. [2]: 31) dituntut perannya untuk dpt mengemban misi rahmatan lil‘alamin, yaitu terciptanya sebuah kehidupan damai di bumi dirahmati di langit, yaitu kehidupan yang religius, adil, makmur, harmoni di antara penduduk bumi. Jika pendidikan diartikan sebagai upaya untuk mengubah orang dgn pengetahuan tentang sikap dan perilakunya dengan kerangka nilai profetik, maka akan diupayakan proses pendidikan sebagai berikut.

Pertama, menjadikan Rasulullah sebagai patron model pendidik (Q.s. [33]: 21, [68]: 4). Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw bersabda, “Sesungguhnya aku diutus sebagai pendidik.” (HR Ibnu Majah); serta “Sesungguhnya ane diutus untuk menyempurnakan kebaikan akhlak.” (HR. Bukhari, Hakim, serta Baihaqi).

Kedua, pendidikan dalam Islam diarahkan untuk menumbuhkembangkan iman dan ilmu (Q.s. [58]: 11), sehingga melahirkan amal saleh (Q.s. [67]: 2).

Ketiga, pendidikan dalam Islam berparadigma transendensi dan objektifikasi sekaligus, yaitu sebuah upaya pendidikan yg mengantarkan kepada penumbuhan kearifan, kasih sayang, dan egalitarian sebagai hasil duplikasi sifat-sifat Tuhannya. Hal ini sekaligus juga, mempunyai kepedulian ilmiah serta tangggungjawab utk memakmurkan bumi dalam rangka memenuhi & mengatasi misi hidup kemanusiaan.

Keempat, pendidikan Islam pada prosesnya didesain untuk membentuk peserta didik menjadi hamba yg mampu mengaktualisasikan diri mencapai derajat takwa, sampai mampu meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. (Q.s. [2]: 201; [28]: 77).

Keseimbangan dan Keutuhan

Tuhan memperkenalkan diri-Nya sebagai Rab’. Kata ini berasal dari raba–yarbu-tarbiyah, yang mengandung makna: education (pendidikan), upbringing (asuhan), teaching (pengajaran), instruction (perintah), breeding (pemeliharaan), raising (peningkatan), creating (menciptakan), belonging (memiliki), commanding (menguasai), guarding (memberi petunjuk), growing (menumbuhkan) serta innovating (mengembangkan). Seluruh pengertian itu apabila dicermati lebih lanjut, maka secara etimologis kata Rab lebih menunjukan kepada istilah proses pendidikan.

Kongres dunia II pada tahun 1980 tentang konsep serta kurikulum pendidikan Islam merumuskan bahwa pendidikan Islam merupakan sebagai usaha untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh: akal pikiran, kecerdasan, perasaan serta panca indera. Oleh karena itu, pendidikan Islam harus mengembangkan seluruh aspek kehidupan manusia: spiritual dan intelektual; individu & kelompok; & mendorong seluruh aspek itu ke arah pencapaian kesempurnaan hidup. (Fazlur Rahman, 1985:16).
Pendidikan dalam Islam memegang peran sentral karena memproses manusia untuk memiliki equilibrium antara dar al-akhirah dengan dar al-dunya; keseimbangan religius-spirit dengan profan-materi. Secara edukasi Nabi Muhammad saw mengajak pengikutnya untuk meninggalkan kegelapan spiritual, mental serta intelektual. Gerakan pendidikan yang diusung Nabi mempunyai mainstream liberasi yang kuat. Hal ini, bisa dilihat dari doa Nabi yang diajarkan kepada para pengikutnya: “Ya Allah gw berlindung kepada-Mu dari rasa sedih, mental malas, sifat penakut, watak kikir, terlilit hutang serta penindasan orang/rezim”. (HR. Muslim).

Nabi Muhammad saw adalah guru yg sempurna, pada dirinya ada teladan yg utama (Q.s. [68]: 40; [33]: 21). Di masjid para sahabat mengerumuni Nabi utk mendengar kuliah serta petuahnya. Dengan bahasa yang mudah dipahami Nabi menjelaskan segala teori kehidupan. Nabi memerintahkan kepada muridnya yg hadir untuk menyampaikan materi yang sudah diterima kepada yang ngga hadir meskipun cuma satu ayat, ballighu ‘anni walau ayatan. Betapa tinggi tradisi belajar-mengajar di masa awal Islam, hingga Ali ra berkata; “Ana abdun man allamani harfan” (Saya adalah hamba sahaya seseorang yg mengajarkanku satu huruf ilmu).
Pendidikan dalam Islam bercirikan keutuhan, bahwa semua ilmu pengetahuan secara ontologi bersumber dari zat yang serba maha tahu, yaitu Allah al-‘Alim Rabbul al- ‘Alamin. Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa tujuan pendidikan dalam Islam setidaknya mengandung dua hal: 1) Mengantarkan kesempurnaan manusia yg berujung pada taqarrub ilallah; & 2) mengantarkan manusia utk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. (Sulaiman, 1964:16).

Sedangkan dari sisi fungsi, pendidikan Islam setidaknya meliputi tiga hal berikut ini: 1) Menumbuhkembangkan (kapasitas fisik dan psikis) peserta didik ketingkat yg normatif lebih baik; 2) Melestarikan ajaran Islam yg meliputi bidang ibadah, muamalah, munakahah, serta jinayah; 3) Melestarikan kebudayaan dan peradaban.

Dalam pendidikan Islam tdk dikenal sistem pendidikan dikhotomi, karena akn menimbulkan dampak sebagai berikut: 1) Munculnya ambivalensi orientasi pendidikan Islam; 2) Kesenjangan antara sistem pendidikan Islam dan ajaran Islam yg memisahkan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum (Kuntowijoyo, 1991: 352); 3) Disintregasi sistem pendidikan Islam; 4) Inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam, lantaran barometer kualitas pendidikan tdk lepas dari ukuran kemajuan sistem pendidikan Barat sebagai tolak ukurnya.

Ziaudin Sardar (1986:75) mengajukan solusi utk mengatasi dualisme sistem pendidikan Islam, yaitu: 1) Mengembangkan epistemologi keilmuan agar lebih fungsional utk merespons problematika kehidupan kekinian; 2) Mengembangkan kerangka teori serta sain-teknologi yg bercirikan Islam; & 3) Mengembangkan teori sistem pendidikan integralistik yg mengacu pada konsep & khasanah ajaran Islam.

Perjalanan Menuju Akhirat Living Room Wall Decor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar